Selamat Dicoblos
President Election is coming
Kulihat kalender yang tergantung didinding rumah yang mulai rapuh. Serapuh perasaan pasangan muda mudi yang sedang galau. Angka menunjuk sembilan di bulan Juli. Serasa tak percaya, kuyakinkan lagi kalender di hape ku yang sudah mulai ngedrop. Sengedrop perasaan seseorang yang sedang patah hati.
Ya hari ini tepat sembilan Juli dua ribu empat belas. Hari ini merupakan hari bersejarah bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia dihadapkan pada sebuah event yang tak terlupakan. Pemilihan presiden.
Pada awalnya aku enggan untuk memberikan hak suaraku. Namun hati kecilku mengarahkan untuk selalu menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Dengan memberikan hak suaraku, berarti secara tidak langsung, aku sudah ikut meramaikan pesta rakyat yang sesuai harapan ; demokrasi dan bijaksana. Mudah2an.
Aku berangkat lebih awal, khawatir TPS akan tertutup menerima keterlambatan diriku. Khawatir seandainya aku telat kerja karena harus antri menunggu giliran di TPS.
Mesin motor kuhidupkan beberapa saat, setelah semalaman "tertidur". Kusiapkan jaket, tas dan helm. Kusapa tetangga yang sedang menikmati hari libur. Sambil tersenyum datar. Nampak pada salah satu jarinya telah tercelup tinta pemilu. Menandakan telah ikut nyoblos.
Perlahan kukendarai motor lawas yang telah setia menemani saat susah dan senang. Di sepanjang perjalanan tampak hiruk pikuk TPS dengan bilik sederhana telah dipenuhi para pengurus dan pemilih. Jalanan lenggang, sepi. Kebanyakan konsentrasi massa ada pada satu titik, yakni TPS.
Sesampainya di lokasi, kulirik kearah hape, jam menunjuk angka sebelas tiga puluh. Motor ku parkir disamping kediaman pak RT. Aku disambut oleh sesosok ibu yang berjilbab sambil tersenyum menyapaku. Tampak guratan2 di wajahnya yang tak lagi muda. Alias tua.
"Bapak ada bu?". Tanyaku penuh harap.
"Oooh.. Bapak lagi di lapangan jaga TPS mas". Jawabnya antusias. Seakan bangga menjadi bagian pengurus panitia pemilu.
"Saya mau ambil surat undangan pemilu bu". Tanyaku sambil melepas helm karena kegerahan. Namun celana tak kulepaskan meskipun "gerah".
"Sebentar saya ambilkan". Beliau berlalu ke dalam rumah sambil mempersilakanku untuk duduk.
Kuletakkan helm pada bangku panjang yang dipenuhi barang dagangan. Selain sebagai RT, beliau juga punya usaha warung kecil2an.
Sesekali ku tengok kearah dalam rumah. Nampak seluruh perabot di modifikasi sedemikian rupa biar lebih tinggi. Daerah yang dekat dengan kali pesanggrahan ini memang langganan banjir. Setiap hujan deras datang, tak dapat dihindari lagi banjir pasti datang.
Lamunanku terhenti seketika saat Ibu RT menyodorkan beberapa surat undangan pemilu.
Aku cari namaku yang paling pasaran diantara surat undangan pemilu yang belum diambil pemiliknya. Setelah ketemu, langsung saja ku beranjak dari kediaman RT menuju TPS.
Jaraknya hanya 20 meter. Persis diatas lapangan badminton yang tampak catnya sudah mulai memudar. Ku tengok sekeliling, tak terlihat padatnya antrian pemilih yang sempat membuatku khawatir terlambat kerja. Tak seperti pemilu legislatif sebelumnya yang sangat ramai melebihi bazaar.
Kusodorkan surat undangan ke bagian pendaftaran. Mereka mempersilakan aku untuk duduk dibangku plastik yang sederhana. Kulihat sosok pak RT di kejauhan yang sedang duduk sebagai saksi. Beliau tersenyum. Terlihat wajahnya yang mulai lelah.
Baru juga pantatku "beradaptasi" dengan bangku plastik, tak menunggu lama, namaku langsung dipanggil. Aku menuju bilik sederhana yang jumlahnya empat buah. Lalu kuceploskan surat suara yang sudah saya coblos dengan penuh harapan.
Lalu kusalami tangan pak RT yang diwajahnya tampak lelah. Sambil sesekali menyeka keringat di dahinya. Singkatnya waktu, membuat obrolan kami yang alakadarnya. Aku pun berlalu dari TPS menuju rumah pak RT untuk ambil motor yang sedari tadi terparkir kepanasan.
Aku pun berpamitan dengan bu RT yang berteduh di dalam rumah yang sederhana. Kuambil helm sambil starter motor kunyalakan. Perlahan kutinggalkan lokasi menuju tempat bekerja.
Motor melaju dengan santai sambil berkecamuk pikiran menjadi satu. Batinku menggerutu : "Mudah2an aku gak salah coblos. Memilih pemimpin yang tepat, bukan memilih pemimpin yang sempurna. Semoga Indonesia menjadi lebih baik, sejahtera dan makmur."
Harapan dan angan pun perlahan hilang bersamaan dengan deru debu jalanan yang semakin pekat terbawa angin.....
Posting Komentar untuk "Selamat Dicoblos"